Ribuan warga Pelalawan datang menyaksikan ombak Bono dan aksi belasan peselancar di atasnya, Minggu (27/11).
Ketua Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI), Arya Subyakto memuji dengan menyebut Bono unik. "Pokoknya, untuk peselancar, wajib untuk menjajal ombak Bono," kata ujarnya kepada wartawan di Teluk Meranti.
Selain Arya, peselancar lainnya yang ikut menjajal ombak Bono seperti Dede Suryana, Arif Nur Hidayat alias Mencos Baby Funk yang pernah juara di Asian Surfing Championship, Dallas Singer dan Chippa Wilson dari Australia, serta Benji Wheatherly dari Amerika Serikat.
Ombak Bono sebagai fenomena alam di Sungai Kampar, terjadi karena pertemuan dua arus dari sungai dan arus laut dari muara di kawasan yang langsung berhadapan dengan Selat Malaka. Pada puncak tertingginya, ombak Bono bisa mencapai 4-6 meter, yang mulai berlangsung sejak tanggal 24 November hingga 27 November.
Arya, yang berselancar sejak 1978, mengatakan ombak Bono memberikan pengalaman berbeda dibanding berselancar di laut. Kata dia, peselancar profesional menikmati ombak panjang sehingga bisa berdiri di papan minimal dua menit hingga maksimal 1 jam.
"Kalau di laut, enam jam kami berselancar paling lama cuma 2 sampai 10 menit berdiri di papan," ujarnya.
Keunikan lainnya, ombak Bono memiliki interval yang rapat dan memiliki kanal layaknya ombak laut. Peselancar internasional menjulukinya "Seven Ghost" atau tujuh gelombang hantu.
"Ini pengalaman pertama saya berselancar di sungai, dan pengalamannya benar-benar berbeda karena ilmu saya berselancar di laut sulit diterapkan di sini," ujarnya.
Peselancar asal Australia, Tai Graham mengatakan ombak Bono sangat menantang sekaligus berbahaya. "Kami sangat senang melihat Bono pertama kali sampai perahu kami terbalik, tapi itu sangat menyenangkan," kata dia.
Menurut dia, ombak Bono unik karena memiliki pola zig-zag yang terbentuk karena gelombang memantul ke tepian sungai. Ombak Bono menuntut peselancar jeli dan bergerak cepat, karena hanya berlangsung sekitar 1 jam setiap hari.
"Ombak ini bisa ditebak waktunya tapi sangat cepat karena hanya terjadi sekali dalam sehari," ujarnya.
Acara puncak promosi wisata ombak Bono yang digelar Pemerintah Kabupaten Kampar ini semula dijadwalkan akan dihadiri Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Tapi Sabtu (26/11) malam, Agung diperintahkan presiden menangani insiden robohnya Jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.
Sempat ada harapan Agung tiba di Teluk Meranti tiba di Teluk Meranti pukul 14.00. Namun, belakangan dikabarkan Agung mengunjungi korban banjir bandang di Kampar Kiri Hulu. Gubernur Riau Rusli Zainal pun mendampingi Agung, dan mengirim Wakil Gubernur R. Mambang Mit untuk menghadiri promosi ombak Bono.
"Kita sudah berupaya, tapi mungkin belum jodoh bagi kita untuk mendatangkan menteri," kata Bupati Pelalawan HM Harris.
Meski begitu, masyarakat tetap tumpah ruah datang. Harris berjanji akan memperbaiki fasilitas penunjang di Teluk Meranti, seperti pembangunan jalan sepanjang 182 kilometer, mendirikan hotel dan penginapan sesuai standar, peralatan berselancar, dan faktor pendukung lainnya.
"Kita siap mendukung upaya-upaya mempromosikan wisata ombak Bono, sebagai salah satu ikon wisata di Riau. Itu juga menjadi tugas kita bersama dalam mendatangkan wisatawan yang nantinya akan menjadi pendapatan bagi daerah," kata Wakil Gubernur Riau R. Mambang Mit.
Berhamburan Warga yang berdiri di tepi Sungai Kampar berhamburan menjauh saat ombak Bono dengan kencang menerjang tepian.
"Luar biasa tadi arusnya, saya sampai menyuruh semua anggota keluarga untuk berlari dari pantai ke daratan, untuk menghindari arus sungai.
Meskipun sudah biasa melihatnya, saya tetap was-was bercampur takut melihat gelombangnya," tutur Ridwan (45), warga Teluk Meranti.
Pengunjung asal Pelalawan, Wahyudi (35) mengaku kaget melihat tinginya ombak 4 meter hingga 5 meter. "Dulu pernah lihat, tapi dari jauh, di anjungan Teluk Meranti. Arus yang sampai di sana sudah mengecil dan pecah. Sehingga tinggal goyangan ombak," ucapnya.
Tribun mendapat kesempatan untuk merekam kedatangan ombak Bono. Bersama beberapa awak media lain, Tribun menaiki speed boat milik pemerintah Kecamatan Teluk Meranti, untuk memantau para peselancar dari berbagai negara itu manantang ombak.
Tepat di Desa Tanjung Sebayang, Kecamatan Teluk Meranti, rombongan beranggotakan empat orang penumpang dan pengemudi menunggu Bono di tengah sungai. Masih berjarak belasan kilometer, ombak itu telah tampak seperti cahaya putih di hulu sungai yang semakin lama mendekati hilir, pertanda Bono akan segera tiba. Pergerakan kapal menuju tengah sungai diikuti oleh puluhan speed boat lainnya, yang berusaha untuk mengabadikan keajaiban alam itu.
"Kita harus di tengah-tengah Bang. Kalau dipinggir, akan terseret dan digulung. Mesin juga harus tetap hidup dan berjalan di depan Bono sampai ke Pelabuhan Teluk Meranti. Kalau tidak bisa jatuh dan tenggelam," ujar Sandi, pengemudi speed boat.