Sebuah bangsa pasti memiliki
bahasa, walaupun ada beberapa bangsa yang meminjam bahasa dari bangsa
lain. Kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia sangat beruntung memiliki
bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya bahasa Indonesia berakar dari
bahasa Melayu Riau. Akan tetapi, sekarang bahasa Indonesia adalah bahasa
Indonesia, dan bahasa Melayu adalah bahasa Melayu, dua bahasa yang
serumpun tapi tidak sama. Bahasa Indonesia berkembang dengan sendirnya
sesuai dengan aturannya, dan bahasa Melayu berdiri sendiri menuju
perkembangannya. Setujukah Anda bila bahasa Indonesia bukan bahasa
Melayu?
Kita sebagai
pemilik bahasa Indonesia bukanlah bermaksud atau bersikap seperti
“kacang yang lupa akan kulitnya”, melupakan bahasa Melayu sebagai cikal
bakal bahasa Indonesia. Mungkin tanpa bahasa Melayu, bahasa Indonesia
tidak akan pernah ada. Akan tetapi, kita ingin memposisikan bahasa
Indonesia pada posisinya, seperti yang telah termaktub dalam Sumpah
Pemuda. Sumpah Pemuda mengikrarkan tiga hal yang sakral dalam sejarah
dan proses kemerdekaan Indonesia, satu diantaranya adalah “Menjunjung
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Menjunjung berarti menurut, menaati dan memuliakan (KBBI).
Menjunjung tinggi bahasa Indoensia, berarti menaati dan memuliakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa peratuan dan nasional Indonesia.
Demikianlah sumpah yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi bangsa Indonesia
pada tahun 1928. Bagaimana dengan pemuda-pemudi Indonesia sekarang??
Melihat kondisi pemakai bahasa Indonesia sekarang, sepertinya cape deh harus menggunakan bahasa Indonesia yang berkelit dan selalu berpedoman kepada yang baik dan benar.
“Yang penting apa yang ingin kita sampaikan orang mengerti dan paham, mau pake bahasa campur aduk kek, saya
mau pake bahasa Indonesia campur bahasa Inggris kek,campur lagi dengan
bahasa daerah kek, toh yang baca juga paham. Cape deh, please dong
jangan diperbesar masalah-masalah kecil kayaki gini”.
Benar
dan pantaskah bila kita sebagai pemilik bahasa Indonesia berasumsi
demikian? Masyarakat Indonesia pada umumnya dwibahasawan. Akan tetapi,
bukan berarti kita bisa seenaknya mencampuradukkan bahasa Indonesia
dengan bahasa lain tanpa mengindahkan aturan dan kaidah yang ada.
Bersikap positiflah terhadap bahasa Indonesia, karena bahasa yang kita
gunakan menunjukkan kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Jepang
dan Prancis adalah contoh negara yang sangat taat dan menghargai
bahasanya sendiri.
Pernahkah kita berpikir bahasa Indonesia esok akan menjadi bahasa peradaban dunia?
Bukan
hal yang mustahil bahasa Indonesia esok akan menjadi bahasa perdaban
dunia, bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional. Dilihat dari
struktur dan pembacaan bahasa Indonesia yang sangat sederhana, bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang tidak sulit untuk dipelajari. Suatu
bukti yang meyakinkan bila esok bahasa Indonesia akan menjadi bahasa
peradaban dunia, lebih dari 50 negara di Dunia telah mempelajari dan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai satu diantara mata pelajaran di
sekolah mereka. Kita sebagai pemilik bahasa Indonesia harus banggga
karena bahasa kita dipelajari bangsa lain. Mengapa kita harus belajar
bahasa asing, bila bahasa kita kelak mampu menjadi bahasa Internasional
dan bahasa peradaban dunia?
Jawaban dari pertanyaan tersebut ada pada diri kita sebagai pemilik dan
pengguna bahasa Indonesia. Kita harus konsisten dan bersikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar sebenarnya tidak sulit, yang membuat sulit karena kita telah
terbiasa dengan kesalahan yang ada dan selalu cape’
untuk mempelajarinya dengan segala kerendahan hati. Kita selalu
beranggapan, “untuk apa mempelajari bahasa Indonesia, bukankah kita
orang Indonesia yang secara otomatis mengerti menggunakan bahasa
Indonesia”. Bilamana pendapat ini terus berkembang, pupus sudah harapan
kita menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perdaban dunia.
Hidup bahasa Indonesia!